IP #258 "Tafakkur Diri."
pada Tuesday, 30 May 2017
Terlalu banyak diri ini, mungkin terjejali oleh hal-hal yang kurang presisi. Akhirnya apa yang terjadi, semua tak seimbang dan tak bisa obyektif itulah ujungnya.
.
Ketika ada 2 orang yang berseteru, maka saat ini yang dipilih adalah masing-masing masuk ke dalam kubunya dan menyatakan dirinya serta kelompoknyalah yang paling benar.
.
Bukankah dalam Islam, yang diajarkan adalah mendamaikan. Lantas apa yang sudah kita lakukan ?
.
Mari kita kembali lagi, memperbaiki apa yang perlu diperbaiki. Misal, apa kriteria seorang disebut sebagai ulama; apa bedanya habaib dan sayyid; apa ada korelasi negara dan pemerintah, dan hal-hal lain sebagainya.
.
Mulai pula bahwa, menilai bukan hanya secara materi dan kasat mata tapi mencoba mencari nilai rohaninya, esensi dan hal yang tak kasat oleh mata. Karena pada dasarnya, "Seringkali yang nampak muncul disebabkan oleh sesuatu yang tak tampak." Sekali lagi, sudahkah kita melakukan itu ?
.
Dengan mudahnya kita menyalahkan, membidahkan hingga mengkafirkan. Bukankah hanya Tuhan yang berhak menentukan siapa permata dan batu kali biasa. Siapa ahli surga dan yang bakal masuk neraka. Padahal dibalik murka-Nya tersimpan begitu besar kasih sayang-Nya. Lantas dimanakah kasih sayang kita selaku tajalli-Nya?
Dengarlah, "Bukan kata manusia yang aku ikuti, tapi pandangan Allah Tuhankulah yang aku takuti. Biarlah ketidakadilan yang dilakukan manusia, aku tak akan membalasnya. Asalkan Tuhan tidak murka."
.
Ketika ada 2 orang yang berseteru, maka saat ini yang dipilih adalah masing-masing masuk ke dalam kubunya dan menyatakan dirinya serta kelompoknyalah yang paling benar.
.
Bukankah dalam Islam, yang diajarkan adalah mendamaikan. Lantas apa yang sudah kita lakukan ?
.
Mari kita kembali lagi, memperbaiki apa yang perlu diperbaiki. Misal, apa kriteria seorang disebut sebagai ulama; apa bedanya habaib dan sayyid; apa ada korelasi negara dan pemerintah, dan hal-hal lain sebagainya.
.
Mulai pula bahwa, menilai bukan hanya secara materi dan kasat mata tapi mencoba mencari nilai rohaninya, esensi dan hal yang tak kasat oleh mata. Karena pada dasarnya, "Seringkali yang nampak muncul disebabkan oleh sesuatu yang tak tampak." Sekali lagi, sudahkah kita melakukan itu ?
.
Dengan mudahnya kita menyalahkan, membidahkan hingga mengkafirkan. Bukankah hanya Tuhan yang berhak menentukan siapa permata dan batu kali biasa. Siapa ahli surga dan yang bakal masuk neraka. Padahal dibalik murka-Nya tersimpan begitu besar kasih sayang-Nya. Lantas dimanakah kasih sayang kita selaku tajalli-Nya?
Dengarlah, "Bukan kata manusia yang aku ikuti, tapi pandangan Allah Tuhankulah yang aku takuti. Biarlah ketidakadilan yang dilakukan manusia, aku tak akan membalasnya. Asalkan Tuhan tidak murka."