Pemimpin Idaman Rakyat (Catatan Mengiringi Bursa Pemilihan Rektor UNAIR)
pada Friday, 26 June 2015
Dewasa
ini, fenomena dan kondisi kepemimpinan nasional
yang sedang terjadi baik dikalangan eksekutif maupun legislatif bahkan
yudikatif baik di pusat maupun di daerah-daerah sedang
mengalami suatu proses degradasi kualitas hingga dalam menaati konstitusi yang
menuju pada titik nadir dan dapat dikatakan sangat lemah hingga tidak amanah.
Korupsi telah membudaya, pelanggaran hukum dan HAM terjadi dimana-mana,
masalah dan bahaya disintegrasi menggejala, kebijakan ekonomi tak berpihak pada
rakyat, dan beragam problematika lain yang mengemuka. Menjelang tahun ajaran
baru 2015/2016 perguruan tinggi yang ada di Surabaya khususnya di Universitas
Airlangga akan terjadi suatu perombakan kepemimpinan dari rektor hingga seluruh
organisasi mahasiswa yang ada, hingga tak jarang kita temui mahasiswa yang akan
maju, siang malam berkonsolidasi dengan yang lain untuk mencari massa sebanyak-banyaknya
dan tak jarang juga kita jumpai adanya suatu pencitraan untuk menunjukkan
eksistensi mereka.
Sungguh pemimpin yang ideal dan didambakan oleh bangsa ini yaitu pemimpin
yang mampu menjiwai pada nilai-nilai kepribadian bangsa kita yang tercermin dalam
Pancasila dan semboyan bangsa kita “Bhineka Tunggal Eka” sehingga mereka disini tidak hanya bersifat sebagai Ulil
Amri atau Umara tetapi
juga bersifat Khadimul
Ummah (pelayan umat) dalam segala bidang aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara tanpa melihat kaya miskin, pejabat atau rakyat, suku,
ras, agama atau hal yang lain karena semua adalah sama dan tetap satu yaitu
untuk Indonesia.
Pemimpin Pancasilais adalah seorang pemimpin yang selalu dengan
teguh dalam mengamalkan nilai-niali yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
dengan sempurna sehingga secara otomatis dalam
dirinya terdapat 5 gaya
kepemimpinan yang dikombinasikan menjadi satu, karena sila-sila ini saling
menjiwai antar satu sila dengan sila yang lain.
Dari sila ke-1
mengandung nilai ke-Tuhanan, yang
melahirkan gaya Kepemimpinan Thesis yaitu
kepemimpinan yang religius yang melaksanakan hal-hal yang diperintahkan oleh Tuhan,
dan menjauhkan diri dari setiap larangan Tuhan dan agamanya. Lalu sila ke-2 mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang melahirkan Kepemimpinan Humanis yaitu kepemimpinan
yang berlandaskan perikemanusiaan yang menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia, etika sosial dan menjunjung tinggi nilai kebersamaan serta keadilan kepada
setiap orang yang dipimpinnya. Selanjutnya dari sila ke-3
mengandung nilai
persatuan yang melahirkan gaya Kepemimpinan Nasionalis yaitu kepemimpinan
yang memiliki rasa kesetiaan
yang tinggi kepada bangsa atau tanah kelahirannya. Lalu pada
sila ke-4 mengandung nilai
kerakyatan yang lahirlkan gaya Kepemimpinan Demokratik yaitu semua kebijakannya berlandaskan pada nilai-nilai kebijaksanaan yang diperuntukan dari,
oleh dan untuk rakyat serta dari sila ke-5 mengandung nilai-nilai keadilan yang melahirkan gaya Kepemimpinan Social Justice yaitu pemimpin yang pandai dalam membaca situasi, mencari kearifan dan
menemukan hal-hal yang tidak pernah dikemukakan oleh orang lain dan benar-benar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Selain itu seorang pemimpin harus memiliki 4 kriteria yaitu
shidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathonah (cerdas), dan Tabligh
(menyampaikan) hingga ia mampu bertanggung jawab atas segala tindakan atau
kebijakan yang telah diambilnya.
Oleh karena itu seorang pemimpin harus bisa menaungi semua elemen masyarakat tanpa membeda-membedakan
satu sama lain dan bukan hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja seperti kekayaan,
jabatan, dan pencitraan
diri dimana
semua tindakan atau kebijakannya akan dimintai suatu pertanggungan
jawaban
baik di dunia maupun diakhirat.
Disamping itu elemen-elemen atau lembaga pemerintah
juga harus turut ikut serta dalam memajukan atau mencapai integritas bangsa ini
dan saling membantu satu sama lain tanpa memandang ras, agama, suku atau yang
lain serta jangan sampai merasa menjadi yang
terbaik atau terbenar sehingga
Indonesia Emas 2045 tidak hanya menjadi mimpi atau khayalan belaka.
Dimuat di WARTA UNAIR bulan April 2015