Transformasi Sekolah Demi Cetak Generasi Kompetitif (Refleksi Sumpah Pemuda)
pada Friday, 26 June 2015
Dewasa
ini, banyak masyarakat Indonesia khususnya para orang tua di kalangan menengah
ke atas yang seolah-olah mendewakan sekolah, sehingga perkembangan anak seperti
pendidikan tata karma, belajar, ataupun yang lain hanya bisa dilakukan di
sekolah, serta ditanamkan pula mindset bahwa yang mendidik itu harus seorang
guru yang ada di sekolah dan tugas orang tua hanya seolah membiayai pendidikan
anaknya tanpa mendidiknya sehingga rata-rata keluarga saat ini banyak yang
telah kehilangan fungsinya sebagai keluarga dan fungsi produktivitasnya pada
perkembangan anak, padahal keluargalah madrasah pertama yang intens dalam
mendidik dan mengembangkan potensi seorang anak.
Yang
menjadi ironi lagi, saat ini sekolah-sekolah yang ada di Indonesia masih
menerapkan dan meniru sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintahan
Inggris dalam revolusi industri dimana sekolah hanya disiapkan untuk menjadi
pekerja dan pegawai di pabrik, sehingga sistem pendidikannya seperti yang ada
pada pabrik dimana memiliki suatu standrad keberhasilan seperti kurikulum
dimana ini merupakan suatu sistem yang memaksa seorang anak atau siswa untuk
mengikutinya (outside in) bukan kurikulum yang mengikuti apa yang menjadi bakat
minat dan ketrampilan anak sehingga ketika anak lulus sekolah tidak ada yang unik darinya dan semua menjadi
sama yaitu memiliki mentalitas pabrik,
Disamping
itu terdapat suatu mindset pengkastaan suatu pelajaran juga di sekolah dimana
dimuali tertinggi yaitu Sains (IPA), MTK, IPS, baru Seni dan yang terakhir
Pendidikan Jasmani sehingga yang tertanam pada anak adalah yang penting itu
pintar, sehat dan ketrampilan itu tidak penting dan tidak ada gunanya, dimana
ini dibuktikan melalui hal-hal yang diuji dalam UNAS, dan seolah-olah pelajaran
seni (ketrampilan) dan pendidikan jasmani itu kalau bisa ditiadakan sekalian
dan yang menjadi parahnya lagi yang ditingkatkan itu bukan mutu belajarnya tapi
sekolahnya seperti lamanya sekolah hingga full day school, dan berkembang pula
untuk wajib sekolah bukan wajib belajar yang awalnya 9 tahun menjadi 12 tahun
serta kelulusan seorang siswa tergantung dari nilai UANnya yang hanya
dilaksanakan sekitar cuma 1 mingguan, tanpa melihat sikap, tata krama ,
ketrampilan, kreativitas dan aspek-aspek laninya selama ia bersekolah padahal
aspek-aspek itulah yang nantinya akan membentuk perkembangan bagi seorang anak
dan menjadi bekal ia dalam menjalani hidup ini, sehingga tidak heran banyak terjadi kebocoran soal-soal UAN
dan oknum-oknum yang menjual soal UAN.
Oleh
karena itu, untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan reformasi pendidikan
dan mindset yang telah tertanam dalam masyarakat bahwa yang terpenting itu
bukan sekolahnya tapi belajarnya dimanapun dan kapanpun, yang tidak harus
dilakukan di sekolah atau pas waktu sekolah saja serta mulai mengembalikan
fungsi-fungsi yang ada dalam keluarga sebagai madrasah pertama bagi pendidikan
dan perkembangan seorang anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa ini.
Selain itu diperlukan juga suatu peran pemerintah dalam mengatasi masalah ini
serta merealisasikannya sepert dalam mengubah orientasi sekolah, memperbaiki
tata kelola sekolah, memperkecil peran sentralistik pada kementerian pendidikan
dan kebudayaan, tapi bisa dengan melaui pemandatkan kepada masing-masing daerah
untuk mengaturnya kebijakannya dan peran kementerian hanya sebagai pengawas,
serta dalam pembentukan dewan pendidikan nasional yng berfungsi untuk mengatur
pendelegasian pendidikan di daerah-daerah yang ada di pelosok negeri dan
memberantas gejala bentuk korupsi sistemik yang terjadi dalam sektor pendidikan,
sehingga ketika suatu sistem pendidikan telah baik dan menjadi engine of
growth, maka dapat meningkatkan kualitas dan kualifikasi sumber daya manusia
sehingga masyarakat dapat berkembang dan dapat mewujudkan pembangunan nasional
menjadi negara maju dan Indonesia Emas di tahun 2045.
Alhamdulillah dimuat di WARTA UNAIR bulan Oktober 2014
Alhamdulillah dimuat di WARTA UNAIR bulan Oktober 2014