IBX5A4B886D911B8 Meneladani Guru Bangsa, Pencetak Pemimpin Nusantara HOS COKROAMINOTO - My Life Journey - Sunali Agus

My Life Journey - Sunali Agus

Meneladani Guru Bangsa, Pencetak Pemimpin Nusantara HOS COKROAMINOTO

Hanya ada satu-satunya jalan untuk berhijrah yaitu setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, dan sepintar-pintar siasat”.
-HOS Cokroaminoto-

Pengabdian bukan meminta seberapa besar gaji atau imbalan tetapi membicarakan seberapa besar tenaga, harta, pikiran dan jiwa yang kau korbankan, karena satu yang menjadi tujuan yaitu keberkahan. Begitulah pengabdian, tepat tanggal 16 Agustus 1882 di desa Bakur, Ponorogo, Jawa Timur lahirlah seorang guru bangsa yang melahirkan tokoh-tokoh hebat Indonesia di masa yang akan datang yaitu Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau sering dikenal sebagai HOS. Cokroaminoto.

HOS Cokroaminoto merupakan anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu dan kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo. Terlahir dari keluarga bangsawan tak membuatnya bersikap angkuh, justru karena itulah ia akhirnya menjadi sebuah motor penggerak kemerdekaan bagi Indonesia disaat semua manusia tertidur dalam belaian kompeni Belanda.

“de Ongekroonde van Java”, Sang raja jawa tanpa mahkota begitulah kaum Kompeni Belanda menyebutnya, lihai cerdas, dan bersemangat. Di takuti dan juga disegani lawan – lawan politiknya. Perjuangnya dalam membela hak kaum pribumi saat itu benar – benar menempatkan dirinya menjadi seoarang tokoh yang benar-benar dihormati pada saat itu.

Setelah menamatkan studinya di OSVIA, Magelang tahun 1900 ia masuk di pangreh pradja namun keluar pada tahun 1907 karena tidak suka dengan praktek sembah-jongkok yang dianggapnya sangat berbau feodal. Lalu pada tahun 1907 – 1910 bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya. Ia juga seorang jurnalis dan juga pernah memimpin surat kabar Otoesan Hindia yang merupakan organ internal SI sekaligus sebagai pemilik usaha percetakan Setia Oesaha di Surabaya. Serta HOS Tjokroaminoto pun piawai menulis buku, di antaranya adalah dua buku yang diberi judul Tarich Agama Islam serta Islam dan Sosialisme.

Istrinya bernama Raden Ajeng Suharsikin, puteri seorang patih wakil bupati Ponorogo yang bernama Raden Mas Mangoensomo. Suharsikin adalah sosok cermin wanita yang selalu memberikan bantuan moril dan semangat kepada suaminya dan salah satu hal yang selalu menjadi kebiasaannya yaitu jika suaminya bepergian untuk kepentingan perjuangan, maka ia pun mengiringi suaminya dengan sholat tahajud, puasa, dan do’a.

Pada tahun 1912, ia pun tampil sebagai politikus muda yang mendirikan Sarekat Islam sebagai penerus dari Serikat Dagang Islam tahun 1905 yang didirikan oleh H. Samanhudi yang dibubarkan oleh kolonial belanda karena dianggap membahayakan mereka. HOS Cokroaminoto pun mengubah orientasi organisasi ini yang mulanya bergerak di bidang ekonomi diperluas menjadi 4 bidang yaitu politik, ekonomi, sosial dan agama.

Sifat politik dari organisasi ini dirumuskan dalam “keterangan pokok” (asas) yang berisi bahwa, “Agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat manusia sambil menjunjung tinggi kepada kuasa negeri” dan “bahwasanya itulah {Islam} sebaik-baiknya agama buat mendidik budi pekertinya rakyat”.

Pada kongres nasional Sarekat Islam pertama di Bandung pada tahun 1916, HOS Cokroaminoto berpesan pada semua peserta kongres,”Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang disebabkan hanya karena susu. Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai suatu tempat di mana orang-orang datang dengan maksud mengambil hasilnya, dan pada saat ini tidaklah lagi dapat dipertanggungjawabkan bahwa penduduknya adalah penduduk pribumi, tidak mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik, yang menyangkut nasibnya sendiri, tidak bisa lagi terjadi bahwa seseorang mengeluarkan undang-undang dan peraturan untuk kita, mengatur hidup kita tanpa partisipasi kita.”

Akhirnya tepat pada hari Senin Kliwon, 10 Ramadhan 1353 H, atau tepatnya pada tanggal 17 Desember 1934 H.O.S Tjokroaminoto menghembuskan nafas terakhirnya. Beliau dimakamkan di Kuntjen, Yogyakarta. Dalam rangka mengenang dan menghargai jasa-jasa dan sumbangsihnya kepada negara baik dalam bentuk tenaga, pikiran, bahkan harta benda yang tak dapat dihitung besarnya, diangkat menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan S.K. Presiden RI. No.590/1961.


Tulisan dimuat di media Dakwatuna.com

Blogger
Disqus

No comments

Contact form

Name

Email *

Message *