IBX5A4B886D911B8 Pendidikan

My Life Journey - Sunali Agus

Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
IP #169 "Guru, itulah Pilihanku."

IP #169 "Guru, itulah Pilihanku."

Rintik-rintik hujan mewarnai sore itu. Tak sedikit terdengar gelak tawa menyelanginya.
"Lah sun, kenapa resign dan sekarang malah ngajar?"
Begitulah salah satu pertanyaan seorang kawan. Dan tak lupa, ada yang seolah tertawa terbahak-bahak ketika mendengar kesibukan saat ini mengajar.
Alhamdulillah, setelah keluar dari perusahaan yang bisa dibilang multi nasional sekarang menjadi guru tetap di salah satu sekolahan yang ada di Surabaya.

Mulai hari senin hingga jum'at itulah jadwal mengajarku. Insya Allah setiap sabtu & minggunya ingin bisa sedikit mengembangkan pendidikan di Tuban sebagai kota kelahiran. Tepatnya di Desa Ngrayung, Kecamatan Plumpang.
Sempat kala itu pula ada teman yang bertanya, "Lah sun, kenapa langsung resign. Resign itu ya nanti pas dapat kerja yang lain gak masalah."
Memang agak benar juga sih. Tapi itulah kebesaran Tuhan, ada saja rezeki yang datang begitu saja.
Ya, sedikit ingin mengubah pandangan dimasa sekarang. Bahwa ketika di kampus seolah-olah idealis, namun ketika setelah lulus hilanglah rasa itu. Menjadi materialis bahkan tak jarang menganggap semua serba kapitalis.
Besar harapan, semoga bisa tetap menjaga idealis ini. Mengabdi dengan tulus hati. Dan yakin, materi pasti mengikuti dengan sendiri walaupun tanpa dicari. Walaupun banyak juga yang bilang bahwa, "Idealis, ya idealis sun. Tapi harus realitis."
Hmm, bismillah langkah ini baru saja dimulai kawan. Teringat pesan kyai dulu bahwa, "Orang besar itu bukan mereka yang tinggi jabatannya. Bukan pula yang sangat banyak kekayaannya. Tapi mereka orang besar adalah mereka yang mau berbagi ilmu ke seluruh pelosok-pelosok desa walaupun terkadang harus ngajar di kolom-kolom jembatan."
Itulah harapanku dan sempat kutuliskan saat itu untuk menjadi orang besar itu. Mohon doanya kawan, semoga dimudahkan dan juga dikuatkan.
PENDIDIKAN BERBASIS ENTERPRENEURSHIP Sebagai Upaya Dalam Rangka Menyambut Asean Economics Community (AEC)

PENDIDIKAN BERBASIS ENTERPRENEURSHIP Sebagai Upaya Dalam Rangka Menyambut Asean Economics Community (AEC)

Tulisan dimuat di koran Warta UNAIR

Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu negara, termasuk Indonesia. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi penduduk Hindia-Belanda (cikal bakal Indonesia), meskipun terbatas bagi kalangan tertentu yang terbatas. Sistem yang mereka perkenalkan secara kasar sama saja dengan struktur yang ada sekarang, dengan tingkatan sebagai berikut:

a.       Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar bagi orang Eropa
b.      Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar bagi pribumi
c.       Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama
d.      Algemeene Middelbare School (AMS), sekolah menengah atas

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan sedangkan jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sistem pendidikan di Indonesia sendiri terus mengalami suatu perbaikan demi perbaikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.  Hal ini tentu saja dilakukan demi terwujudnya mimpi Indonesia untuk memiliki generasi penerus bangsa berkualitas yang menjadi pembangun masa depan negeri ini dan para orangtuapun kini sadar betul pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.

Perubahan sistem pendidikan ini terkait dengan perubahan materi belajar, peningkatan kualitas guru dan perubahan sistem kelulusan seperti contoh pada tahun 2004, pemerintah  menetapkan Ujian Akhir Nasional (UAN) yang kemudian berganti nama menjadi Ujian Nasional (UN) untuk menentukan lulus atau tidaknya seorang pelajar dengan standar nilai kelulusan yang telah ditetapkan sebagai pengukurnya. Tidak sedikit yang merasa sistem seperti ini kurang tepat karena kelulusan seorang siswa hanya didasarkan pada satu aspek saja.  Padahal proses selama belajar mengajar merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan pengaruhnya dalam menilai kelulusan seorang pelajar.  sehingga banyaklah terjadi kebocoran soal dan oknum-oknum yang menjual soal UN.  Perbaikan sistem kurikulum juga dapat dikatakan tidak pernah lepas dari kerumitan dalam pelaksanaan maupun pengaplikasiannya. Padahal, anggaran yang disediakan untuk perbaikan kurikulum pendidikan dapat mencapai milyaran rupiah. 

Sistem pendidikan Indonesia sendiri dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang begitu mendewakan kemampuan hard skill atau yang sifatnya akademis. Hampir seluruh sekolah di penjuru negeri ini memiliki materi pelajaran yang sama yang diajarkan di kelas yaitu materi yang sifatnya akademis dan sedikit sekali materi yang sifatnya soft skill / mengembangkan minat dan bakat ataupun kemampuan dan ketrampilan dari siswa atau mahasiswa, rata-rata materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah-sekolah setiap hari dapat dikatakan hanya menggempur otak di bagian kiri yang berkaitan dengan akademis, sedangkan otak bagian kanan yang menghasilkan ide-ide kreatif harus tertidur lesu, dan hampir tiap hari para siswa ataupun mahasiswa selalu diberi tugas rumah dengan tujuan agar mereka mau belajar, namun jika tugas yang diberikan berlebihan maka bisa jadi sifatnya justru menekan. Tertekannya para pelajar dengan tugas berlebih ini tidak bisa dianggap remeh karena sangat besar kemungkinannya membuat para pelajar malas bahkan benci datang ke sekolah.

Untuk mengatasi itu semua pemerintah harus mulai memahami pentingnya pendidikan karakter (soft skill) bagi para pelajar serta menambah materi-materi pelajaran kreatif di sela-sela materi reguler sehingga setiap pelajar bisa memiliki pilihan dan mengembangkan minat dan bakatnya serta ketrampilannya dan Ini adalah saatnya otak kanan dibangunkan untuk mewarnai Indonesia dengan ide-ide kreatif. Indonesia memang membutuhkan ahli matematika, akuntansi ataupun fisika, tapi para seniman, penulis dan pelaku kreatif lainnya khususnya para pengusaha dan enterpreneur di negeri ini tidak bisa dikesampingkan peranannya dalam membangun negeri.

Salah satu cara agar mereka kreatif adalah dengan melatihnya untuk belajar berwirausaha baik dikalangan anak-anak SD sampai dengan Mahasiswa, dengan harapan akan tumbuh jiwa-jiwa pengusaha muda di Indonesia dalam menyambut pasar bebas AEC (Asean Economic Comunity)  di tahun 2015, seperti contoh salah satu sistem pendidikan yang menerapkan hal tersebut yaitu Negara Cina dimana para pelajarnya dari anak-anak sampai dewasa, selain mereka belajar untuk mencari ilmu, mereka juga diajarkan untuk berwirausaha sehingga tidak bisa di pungkiri, lahirlah pengusaha-pengusaha muda Cina entah itu dilakukan di Home Industry ataupun perusahaan besar, tapi yang terpenting dari itu mereka bisa bertahan hidup tanpa harus mengandalkan jiwa peminta-peminta sehingga tidak bisa di pungkiri juga bahwa begitu banyak produk-produk buatan Cina yang telah tersebar ke seluruh dunia mulai dari bahan atau peralatan sederhana sampai ke teknologi modern masa kini.

Sedangkan jika sistem pendidikan kita masih saja sama seperti ini, mungkin ya masyarakat kita akan mempunyai jiwa-jiwa pekerja atau karyawan ataupun PNS (Pegawai Negeri Sipil) bukan jiwa-jiwa pengusaha yang bisa membuka banyak lapangan pekerjaan bagi orang lain, yang dimana itu terjadi karena mereka para pelajar terus dicekoki oleh tugas-tugas atau orientasi pada nilai dari suatu mata pelajaran, bukan mengembangkan suatu ketrampilan ataupun ide-ide kreatif mereka, dan bahkan banyak dari mereka yang bakat dan minatnya terpendam semakin dalam dan akhirnya mati minat dan bakat itu dan juga ide-ide kreatif mereka, sehingga salah satu cara untuk mencapai itu maka kebijakan ini harus mulai dirubah sehingga apa yang diidam-idamkan para leluhur bangsa ini yaitu Indonesia Emas segera terwujud dan masyarkat kita tidak hanya jadi buruh atau pekerja dari orang asing atau perusahaan milik asing, sehingga apa yang tercantum dalam UUD’45 pasal 33 yaitu semua kekayaan alam menjadi milik negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat juga terlaksana, tanpa harus menjual atau meminta orang asing yang mengolah itu semua, dan untuk memulai itu semua maka harus dimulai dari yang kecil, seperti sering melakukan lomba-lomba karya tulis dan lomba bisnis plan yang tidak hanya ditujukan kepada sekolah perguruan tinggi atau pada mahasiswa saja tapi bisa ke siswa-siswa atau pelajar SMP atau SMA bahkan SD pun juga bisa agar mereka bisa lebih kreatif dan inovatif saat besarnya tentunya dengan tingkatan atau persayaratan yang berbeda-beda pula, atau penyuluhan kepada masyarakat Indonesia khusunya masyarakat pelosok negeri ini dalam memulai suatu usaha bisa minta bantuan kepada pengusaha indonesia dimana mereka berbagi ilmu tanpa minta upah atau imbalan dalam melakukannya dan saya kira inipun juga banyak yang bisa membantu walaupun pasti ada yang tidak mau, dan mungkin penayangan film-film ataupun hal lainnya di media sosial bisa diisi dengan hal-hal yang bermanfaat yang bisa memotivasi masyarakat yang melihatnya tentunya yang tidak mengandung unsur SARA’ atau hal-hal buruk lainnya, dan sekali lagi untuk mencapai itu semua diperlukan kebijakan pemerintah, kesadaran masyarkatnya, waktu, dan juga mimpi untuk bisa menjadi lebih baik kemudian dilanjutkan dengan aktualisasi hingga terwujudnya mimpi itu sendiri.
Transformasi Sekolah Demi Cetak Generasi Kompetitif (Refleksi Sumpah Pemuda)

Transformasi Sekolah Demi Cetak Generasi Kompetitif (Refleksi Sumpah Pemuda)

Dewasa ini, banyak masyarakat Indonesia khususnya para orang tua di kalangan menengah ke atas yang seolah-olah mendewakan sekolah, sehingga perkembangan anak seperti pendidikan tata karma, belajar, ataupun yang lain hanya bisa dilakukan di sekolah, serta ditanamkan pula mindset bahwa yang mendidik itu harus seorang guru yang ada di sekolah dan tugas orang tua hanya seolah membiayai pendidikan anaknya tanpa mendidiknya sehingga rata-rata keluarga saat ini banyak yang telah kehilangan fungsinya sebagai keluarga dan fungsi produktivitasnya pada perkembangan anak, padahal keluargalah madrasah pertama yang intens dalam mendidik dan mengembangkan potensi seorang anak.

Yang menjadi ironi lagi, saat ini sekolah-sekolah yang ada di Indonesia masih menerapkan dan meniru sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintahan Inggris dalam revolusi industri dimana sekolah hanya disiapkan untuk menjadi pekerja dan pegawai di pabrik, sehingga sistem pendidikannya seperti yang ada pada pabrik dimana memiliki suatu standrad keberhasilan seperti kurikulum dimana ini merupakan suatu sistem yang memaksa seorang anak atau siswa untuk mengikutinya (outside in) bukan kurikulum yang mengikuti apa yang menjadi bakat minat dan ketrampilan anak sehingga ketika anak lulus sekolah  tidak ada yang unik darinya dan semua menjadi sama yaitu memiliki mentalitas pabrik,

Disamping itu terdapat suatu mindset pengkastaan suatu pelajaran juga di sekolah dimana dimuali tertinggi yaitu Sains (IPA), MTK, IPS, baru Seni dan yang terakhir Pendidikan Jasmani sehingga yang tertanam pada anak adalah yang penting itu pintar, sehat dan ketrampilan itu tidak penting dan tidak ada gunanya, dimana ini dibuktikan melalui hal-hal yang diuji dalam UNAS, dan seolah-olah pelajaran seni (ketrampilan) dan pendidikan jasmani itu kalau bisa ditiadakan sekalian dan yang menjadi parahnya lagi yang ditingkatkan itu bukan mutu belajarnya tapi sekolahnya seperti lamanya sekolah hingga full day school, dan berkembang pula untuk wajib sekolah bukan wajib belajar yang awalnya 9 tahun menjadi 12 tahun serta kelulusan seorang siswa tergantung dari nilai UANnya yang hanya dilaksanakan sekitar cuma 1 mingguan, tanpa melihat sikap, tata krama , ketrampilan, kreativitas dan aspek-aspek laninya selama ia bersekolah padahal aspek-aspek itulah yang nantinya akan membentuk perkembangan bagi seorang anak dan menjadi bekal ia dalam menjalani hidup ini, sehingga tidak heran banyak terjadi kebocoran soal-soal UAN dan oknum-oknum yang menjual soal UAN.

Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan reformasi pendidikan dan mindset yang telah tertanam dalam masyarakat bahwa yang terpenting itu bukan sekolahnya tapi belajarnya dimanapun dan kapanpun, yang tidak harus dilakukan di sekolah atau pas waktu sekolah saja serta mulai mengembalikan fungsi-fungsi yang ada dalam keluarga sebagai madrasah pertama bagi pendidikan dan perkembangan seorang anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa ini. Selain itu diperlukan juga suatu peran pemerintah dalam mengatasi masalah ini serta merealisasikannya sepert dalam mengubah orientasi sekolah, memperbaiki tata kelola sekolah, memperkecil peran sentralistik pada kementerian pendidikan dan kebudayaan, tapi bisa dengan melaui pemandatkan kepada masing-masing daerah untuk mengaturnya kebijakannya dan peran kementerian hanya sebagai pengawas, serta dalam pembentukan dewan pendidikan nasional yng berfungsi untuk mengatur pendelegasian pendidikan di daerah-daerah yang ada di pelosok negeri dan memberantas gejala bentuk korupsi sistemik yang terjadi dalam sektor pendidikan, sehingga ketika suatu sistem pendidikan telah baik dan menjadi engine of growth, maka dapat meningkatkan kualitas dan kualifikasi sumber daya manusia sehingga masyarakat dapat berkembang dan dapat mewujudkan pembangunan nasional menjadi negara maju dan Indonesia Emas di tahun 2045.

Alhamdulillah dimuat di WARTA UNAIR bulan Oktober 2014


Contact form

Name

Email *

Message *