IBX5A4B886D911B8 Emha Ainun Nadjib

My Life Journey - Sunali Agus

Showing posts with label Emha Ainun Nadjib. Show all posts
Showing posts with label Emha Ainun Nadjib. Show all posts
Rahasia Besar Dasar Beribadah dan Ma'rifat kepada Allah - Emha Ainun Nadjib (Cak Nun)

Rahasia Besar Dasar Beribadah dan Ma'rifat kepada Allah - Emha Ainun Nadjib (Cak Nun)



Rahasia Besar Dasar Beribadah dan Ma'rifat kepada Allah - Emha Ainun Nadjib (Cak Nun)

Dasar setiap manusia beribadah kepada Allah adalah karena cinta. Oleh karenanya, pula ia ibadah bukan hanya takut kepada neraka atau mengharap pahala hingga surga. Tapi ia melakukan semata-mata, karena cinta. Akibatnya, Allah pun juga mencintainya hingga ia pun dimasukkan surga dan dibebaskan dari siksa api neraka.

Terus menerus, manusia harus memanajemen hati dan akalnya, agar tak menuruti nafsunya. Terus menerus pula, manusia harus meridhai apa yang terjadi dan menimpa dirinya hingga akhirnya Allah pun ridha kepadanya.

"Andaikan air dari seluruh lautan dipakai untuk menjadi tinta, untuk menuliskan ilmu-ilmu Allah. Maka akan kering itu lautan. Meskipun dituangi lagi, air lagi, maka akan tetap kering itu lautan untuk menuliskan ilmu Allah."

Hal inilah sedikit gambaran, bahwa ketika kita ingin beribadah kepada Allah, dan ingin mengejar Allah. Maka jangan menggunakan logika, pemahaman, dan ilmu lainnya. Tapi kejarlah dengan cinta.  Karena Dia menciptakan kita itupun asal-usulnya cinta. 

"Kalau mereka memang cinta kepada-Ku ya Muhammad, maka suruh mereka mengikuti kamu, karena hanya kamulah yang tahu jalannya untuk menuju Aku."

Barangsiapa yang ingin bertatapan wajah dengan-Ku, barangsiapa yang benar-benar mencintai-Ku, kata Allah. Muhammad suruh ikut kamu, karena kamu yang tahu jalannya.

Selain itu, sebagai pedoman atau metode lagi lainnya yaitu menjadikan ibadah yang utama (urusan akhirat menjadi nomer satu), tapi jangan sampai melupakan dunia. Jadi urusan dunia, hanyalah sampingan. 

"Dalam perjalananmu mencari ujung dari pengembaraan yaitu al-akhirat, yang disitu ada Allah. Kamu jangan sampai lupa mencari nafkah. Jangan sampai lupa urusan duniamu."

Akhirnya, apapun yang terjadi Tuhan adalah faktor utama dalam hidup kita.  Subyek utama dalam hidup kita. Jadi, kalau Anda di pasar, di warung, di kantor, maka Allah disampingmu. Maka engkau menyebut "Ilaihi".

Jika Anda mulai sholat, maka Allah ada di depanmu. Maka anda menyebut "Iyyakana' budu waiyyaka nasta'iin". 

Nanti akan ada suatu peristiwa rohaniah dimana Allah bersemayam di dalam kesadaranmu.  Dan jika ini diteruskan akan menjadi thoriqot "La ilaha Illallah, La ilaha illa anta, La ilaha illa ana".

Jadi Allah, dalam tanda petik sebagai pihak ketiga, pihak kedua, dan pihak pertama. 

Oleh karena itu, itu perlu latihan. Supaya kita ketika mengurusi kehidupan, baik di pasar, di kantor, di tempat kerja, dan lain sebagainya. Allah tetap menjadi faktor utama dalam kehidupan kita. 

Sunali Agus

Selengkapnya, bisa lihat video di link berikut :


atau biar muda bisa langsung lihat disini :


Jangan lupa, like, komen, and share. Dan bila ada waktu bisa subcribe channel youtube saya di link bit.ly/youtubesunaliagus



"Derohanisasi", Penyakit Baru Ulama Indonesia

"Derohanisasi", Penyakit Baru Ulama Indonesia


Indonesia merupakan negara dengan umat muslim terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,  jumlah umat muslim di Indonesia yaitu sebesar 237.641.326 orang atau sekitar 87,18% dari jumlah penduduk Indonesia. Hal ini pun, tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah ‘alim ulama di Indonesia juga sangat besar, baik di tangkat-tingkat kota hingga pelosok-pelosok desa yang ada di Indonesia.

Ulama dalam kamus besar bahasa indonesia merupakah seseorang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama islam, sedangkan di Indonesia gelar suatu ulama sendiri yang dikenal di tengah-tengah masyarakat minimal ada dua yaitu kyai dan ustadz. Gelar kyai atau ustadz ini, biasanya masyarakat sendiri yang memberi dan melabelinya pada seseorang. Namun anehnya sekarang, banyak orang yang mengaku-ngaku menjadi ulama dengan melabeli dirinya sendiri sebagai kyai dan ustadz. Hal ini disebabkan mungkin salah satunya karena kyai dan ustadz menurut masyarakat modern sudah dijadikan suatu profesi tersendiri baginya, sehingga ketika tidak dibayar atau tidak diberi amplop ketika diundang, maka ia bisa marah dan tidak jadi datang ketika ada undangan berikutnya. 

Emha Ainun Nadjib pernah menjelaskan konsep mengenai profesi sebenarnya, bahwa ada tiga macam yaitu zira’ah (pekerjaan bertani atau membuat bahan baku), sina’ah (pekerjaan memproses bahan baku menjadi barang jadi), dan tijarah (pekerjaan berdagang untuk menjual hasil baik bahan baku atau barang yang sudah jadi).

Selain itu, pengajaran dan sistem dakwah ulama-ulama modern pun sangat berbeda dengan ulama-ulama yang terdahulu. Saat ini banyak para kyai dan ustadz yang mencoba menerapkan madhzab-madhzab yang kurang sesuai ditengah masyarakat, sedangkan telah diketahui bahwa mayoritas madhzab masyarakat Indonesia adalah madzhab syafi’i. Disamping itu, para ulama saat ini sering hanya menilai sebatas materi bukan esensi, bahasa mudahnya saat ini para ulama sedang mengalami suatu penyakit yang bernama derohanisasi yaitu suatu penyakit yang kehilangan nilai-nilai rohani dan hanya mementingkan materi yang tampak saja. Hal ini dapat dilihat salah satunya melalui mudahnya seorang ustadz atau kyai saat ini membid’ahkan bahkan mensesatkan dan menganggap kelompok lain sebagai ahlun nar (ahli neraka) ketika berbeda dengan prinsip dan pengetahuan yang dipahaminya. Salah satu contoh nyata ditengah masyarakat yaitu menganggap bid’ah dan sesat menghormati bendera merah putih saat upacara di hari senin atau hari-hari besar yang ada di Indonesia. Anggapan yang ada hanya sebatas materi yaitu buat apa menghormati benda yang kita sendiri membuatnya, sedangkan mereka lupa akan nilai yang lebih rohani dari itu yaitu untuk menghormati kesepakatan bersama negara kesatuan republik Indonesia yang telah dibentuk, salah satunya melalui simbol bendera sangkakala merah putih.

KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) pernah membuat suatu lukisan yang menggambarkan keadaan ini yaitu suatu lukisan dimana para ‘alim ulama duduk melingkar saling berebut hanya ingin melihat pantat dari sang penari dangdut. Sebagian orang pasti akan terheran-heran, namun sebagian juga pasti akan ada yang marah dan menganggap ini suatu penghinaan. Tapi, inilah lukisan yang sarat akan makna bahwa suatu saat para ‘alim ulama hanya akan berselisih, saling berebut hingga bertengkar satu sama lain karena hanya memandang suatu materi (hal yang tampak saja) tanpa mencari nilai rohani yang ada didalamnya.

Dalam melihat orang lain, pandanglah menggunakan kaca mata secara hakikat. Namun ketika melihat diri sendiri, maka pandanglah dengan menggunakan kaca mata syari’at. Inilah maksudnya, jangan pernah memaksakan kebenaran yang kita yakini benar kepada orang lain, karena pada dasarnya, tak ada yang paling benar. Namun, yang ada hanyalah sama-sama saling mencari kebenaran. Tetapi ketika berinteraksi dengan orang lain, maka tampilkanlah selalu kebaikan, dari sikap hingga pikiran. Oleh karena itu, salah satu bahasa yang dapat diterima oleh semua orang yaitu bahasa kebaikan.
Memang Tuhan telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih dan berkehendak. Tetapi bersamaan dengan itu pula, Tuhan pun telah menurunkan cahaya dan cinta-Nya. Cahaya bertransformasi menjadi nilai-nilai kemanusiaan, dan cinta bertransformasi menjadi suatu rasa kasih sayang kepada sesama. 

Dalam aspek lebih luas, apapun profesi manusia terutama menjadi ‘alim ulama memiliki dua potensi yang mendasari yaitu potensi ashabul yamiin dan potensi ashabusyimaal. Potensi ashabul yamiin yaitu suatu potensi atau suatu niat yang mendasari dengan tujuan tiada lain kecuali untuk melayani orang lain, sedangkan potensi ashabusyimaal yaitu suatu potensi atau niat yang hanya bertujuan ingin melayani dirinya sendiri. Bahasa mudahnya, ashabusyimaal inilah yang sering kita lakukan. Seolah-olah berwajah malaikat diluar, ternyata ada setan terlaknat didalamnya. Seolah-olah melakukan amalan-amalan surga, tapi ternyata dibaliknya ada api neraka yang terus menyala-nyala. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah mengenai sedekah. Seolah-olah kita bersedekah adalah ikhlas untuk membantu orang yang membutuhkan tapi ternyata dibalik itu kita menjadikan sedekah sebagai ashabusyimaal yaitu untuk melayani diri kita sendiri dengan harapan mendapat lebih banyak dari apa yang kita keluarkan. Akhirnya, ketika balasan tak kunjung datang, kita pun dengan mudah mulai menyalahkan Tuhan.

Itulah sedikit penyakit derohanisasi yang sering tak disadari. Maka langkah terbaik adalah terus introspeksi diri. Tiada kata berhenti untuk terus belajar dan memperbaiki, karena walaupun sudah bergelar ulama, tapi ketika tak mau belajar dan sudah merasa paling benar sendiri, maka pada saat itulah hilang keulamaan dalam diri. Oleh karena itu, setiap ulama laksana cahaya yang selalu mendatangi dan menerangi kegelapan, bukan malah membenci dan menjauhi serta mencaci kegelapan.

Tulisan telah dimuat juga di selasar.com :


IP #201 "Ternyata, Membahagiakan Orang, Tak Mesti Pakai Uang."

IP #201 "Ternyata, Membahagiakan Orang, Tak Mesti Pakai Uang."

Orang sukses itu adalah orang yang mampu mensukseskan orang lain. Begitupun, orang bahagia adalah orang yang mampu menjadi jalan kebahagiaan bagi orang lain.
Wala Riya' Wala Sum'ah, Tapi semoga menjadi Uswatun Hasanah. Alhamdulillah, akhir-akhir ini mendapat banyak kabar bahagia baik lewat media sosial, ataupun secara langsung.
Ada yang tiba-tiba berterimakasih karena sekarang sudah bisa berwirausaha dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Walaupun dulu sempat kaget karena hampir menangis sebab tidak bisa pulang karena tdk ada uang dan malah kena tipu di tempat kerjanya. Meskipun hanya mampu sedikit memberi materi saat itu, Alhamdulillah mulai terbuka rezeki di perjalanannya.
Ada juga yang tiba-tiba mengabari sudah mendapat kerjaan sesuai keinginannya, walau dulu hanya sempat mendo'akannya. Ada juga yang lain, yang mulai aktif menulis setelah sharing-sharing dan sedikit ilmu yang bisa dibagikan.
Serta berbagai kabar membahagiakan yang lain. Akhirnya baru kusadari bahwa, "Menolong dan membahagiakan orang, tidak mesti harus dengan uang." Besar harapan, semoga kau pun kawan, bisa turut istiqomah untuk terus berbagi kebaikan pada yang lain.
*: Foto diambil saat Baksos ke Anak-Anak Panti Asuhan
"Yang menderita hidupnya, kurangkul pundaknya dan kupijit tangannya. Agar ia percaya bahwa aku sewilayah dengannya. Yang menderita akalnya, kuajak ia berlari kemudian melingkari cakrawala dan setiap ufuk jagad raya. Yang menderita ruhnya, kugandeng tangannya menuju danau cahaya. Kuseret dia agar masuk bersamaku kedalamnya. Menyelami kesunyian, membasuh muka dan memohon pengobatan atas luka-luka.
(Emha Ainun Nadjib)

Contact form

Name

Email *

Message *