IBX5A4B886D911B8 "Derohanisasi", Penyakit Baru Ulama Indonesia - My Life Journey - Sunali Agus

My Life Journey - Sunali Agus

"Derohanisasi", Penyakit Baru Ulama Indonesia


Indonesia merupakan negara dengan umat muslim terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,  jumlah umat muslim di Indonesia yaitu sebesar 237.641.326 orang atau sekitar 87,18% dari jumlah penduduk Indonesia. Hal ini pun, tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah ‘alim ulama di Indonesia juga sangat besar, baik di tangkat-tingkat kota hingga pelosok-pelosok desa yang ada di Indonesia.

Ulama dalam kamus besar bahasa indonesia merupakah seseorang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama islam, sedangkan di Indonesia gelar suatu ulama sendiri yang dikenal di tengah-tengah masyarakat minimal ada dua yaitu kyai dan ustadz. Gelar kyai atau ustadz ini, biasanya masyarakat sendiri yang memberi dan melabelinya pada seseorang. Namun anehnya sekarang, banyak orang yang mengaku-ngaku menjadi ulama dengan melabeli dirinya sendiri sebagai kyai dan ustadz. Hal ini disebabkan mungkin salah satunya karena kyai dan ustadz menurut masyarakat modern sudah dijadikan suatu profesi tersendiri baginya, sehingga ketika tidak dibayar atau tidak diberi amplop ketika diundang, maka ia bisa marah dan tidak jadi datang ketika ada undangan berikutnya. 

Emha Ainun Nadjib pernah menjelaskan konsep mengenai profesi sebenarnya, bahwa ada tiga macam yaitu zira’ah (pekerjaan bertani atau membuat bahan baku), sina’ah (pekerjaan memproses bahan baku menjadi barang jadi), dan tijarah (pekerjaan berdagang untuk menjual hasil baik bahan baku atau barang yang sudah jadi).

Selain itu, pengajaran dan sistem dakwah ulama-ulama modern pun sangat berbeda dengan ulama-ulama yang terdahulu. Saat ini banyak para kyai dan ustadz yang mencoba menerapkan madhzab-madhzab yang kurang sesuai ditengah masyarakat, sedangkan telah diketahui bahwa mayoritas madhzab masyarakat Indonesia adalah madzhab syafi’i. Disamping itu, para ulama saat ini sering hanya menilai sebatas materi bukan esensi, bahasa mudahnya saat ini para ulama sedang mengalami suatu penyakit yang bernama derohanisasi yaitu suatu penyakit yang kehilangan nilai-nilai rohani dan hanya mementingkan materi yang tampak saja. Hal ini dapat dilihat salah satunya melalui mudahnya seorang ustadz atau kyai saat ini membid’ahkan bahkan mensesatkan dan menganggap kelompok lain sebagai ahlun nar (ahli neraka) ketika berbeda dengan prinsip dan pengetahuan yang dipahaminya. Salah satu contoh nyata ditengah masyarakat yaitu menganggap bid’ah dan sesat menghormati bendera merah putih saat upacara di hari senin atau hari-hari besar yang ada di Indonesia. Anggapan yang ada hanya sebatas materi yaitu buat apa menghormati benda yang kita sendiri membuatnya, sedangkan mereka lupa akan nilai yang lebih rohani dari itu yaitu untuk menghormati kesepakatan bersama negara kesatuan republik Indonesia yang telah dibentuk, salah satunya melalui simbol bendera sangkakala merah putih.

KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) pernah membuat suatu lukisan yang menggambarkan keadaan ini yaitu suatu lukisan dimana para ‘alim ulama duduk melingkar saling berebut hanya ingin melihat pantat dari sang penari dangdut. Sebagian orang pasti akan terheran-heran, namun sebagian juga pasti akan ada yang marah dan menganggap ini suatu penghinaan. Tapi, inilah lukisan yang sarat akan makna bahwa suatu saat para ‘alim ulama hanya akan berselisih, saling berebut hingga bertengkar satu sama lain karena hanya memandang suatu materi (hal yang tampak saja) tanpa mencari nilai rohani yang ada didalamnya.

Dalam melihat orang lain, pandanglah menggunakan kaca mata secara hakikat. Namun ketika melihat diri sendiri, maka pandanglah dengan menggunakan kaca mata syari’at. Inilah maksudnya, jangan pernah memaksakan kebenaran yang kita yakini benar kepada orang lain, karena pada dasarnya, tak ada yang paling benar. Namun, yang ada hanyalah sama-sama saling mencari kebenaran. Tetapi ketika berinteraksi dengan orang lain, maka tampilkanlah selalu kebaikan, dari sikap hingga pikiran. Oleh karena itu, salah satu bahasa yang dapat diterima oleh semua orang yaitu bahasa kebaikan.
Memang Tuhan telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih dan berkehendak. Tetapi bersamaan dengan itu pula, Tuhan pun telah menurunkan cahaya dan cinta-Nya. Cahaya bertransformasi menjadi nilai-nilai kemanusiaan, dan cinta bertransformasi menjadi suatu rasa kasih sayang kepada sesama. 

Dalam aspek lebih luas, apapun profesi manusia terutama menjadi ‘alim ulama memiliki dua potensi yang mendasari yaitu potensi ashabul yamiin dan potensi ashabusyimaal. Potensi ashabul yamiin yaitu suatu potensi atau suatu niat yang mendasari dengan tujuan tiada lain kecuali untuk melayani orang lain, sedangkan potensi ashabusyimaal yaitu suatu potensi atau niat yang hanya bertujuan ingin melayani dirinya sendiri. Bahasa mudahnya, ashabusyimaal inilah yang sering kita lakukan. Seolah-olah berwajah malaikat diluar, ternyata ada setan terlaknat didalamnya. Seolah-olah melakukan amalan-amalan surga, tapi ternyata dibaliknya ada api neraka yang terus menyala-nyala. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah mengenai sedekah. Seolah-olah kita bersedekah adalah ikhlas untuk membantu orang yang membutuhkan tapi ternyata dibalik itu kita menjadikan sedekah sebagai ashabusyimaal yaitu untuk melayani diri kita sendiri dengan harapan mendapat lebih banyak dari apa yang kita keluarkan. Akhirnya, ketika balasan tak kunjung datang, kita pun dengan mudah mulai menyalahkan Tuhan.

Itulah sedikit penyakit derohanisasi yang sering tak disadari. Maka langkah terbaik adalah terus introspeksi diri. Tiada kata berhenti untuk terus belajar dan memperbaiki, karena walaupun sudah bergelar ulama, tapi ketika tak mau belajar dan sudah merasa paling benar sendiri, maka pada saat itulah hilang keulamaan dalam diri. Oleh karena itu, setiap ulama laksana cahaya yang selalu mendatangi dan menerangi kegelapan, bukan malah membenci dan menjauhi serta mencaci kegelapan.

Tulisan telah dimuat juga di selasar.com :


Blogger
Disqus

1 comment

I enjoyed reading your posst

Balas

Contact form

Name

Email *

Message *